A.
PENDAHULUAN
Kehidupan memang tidak luput dari
setiap permasalahan. Dalam Islam sendiri mulai sejak dahulu di zaman Rasulullah
sampai sekarang memiliki permasalahan. Setelah wafatnya Rasulullah mulai timbul
banyaknya pergejolakan yang timbul dalam kalangan umat. Setiap Pemerintah atau
Khalifah yang berkuasa berusaha untuk meminimalisir dari pemberontakan
tersebut.
Dari gejolak yang timbul dari umat
menimbulkan berbagai firqoh (kaum) dalam kalangan umat Islam sendiri. Seperti
kaum Syiah, kaum Khawarij, kaum Mu’tazilah, kaum Qadariyah, kaum Jabariyah, dan
kaum Murji’ah. Dari hal ini membuat umat sendiri menjadi terpecah belah dalam
pemikiran tentang Islam. Sehaingga hal inilah yang memicu timbulnya dari “Teologi
Islam”.
Dalam konteks historis lahirnya
Murjiah pada akhir abad pertama Hijrah pada saat Ibukota kerajaan Islam dari
Madinah pindah ke Kuffah kemudian pindah lagi ke Damaskus. Ini dipicunya adanya
pergejolakan yang timbul dalam politik imamah atau khilafat pada masa
kekhalifahan Utsman bin Affan yang kemudian berkelanjutan pada masa khalifah
Ali bin Abi Thalib. Sehingga pada tragedi terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan
yang dilakukan oleh Abdullah bin Salam menjadi pembuka yang dinyatakan kaum
Muslimin membuka bencana baginya yang tidak akan tetutup sampai hari Kiamat.[1]
Setiap Aliran yang lahir memiliki pemikiran tersendiri dalam berperndapat yang
mana menjadi pegangan tersendiri dalam mengambil suatu keputusan dan tindakan,
baik itu dari kaum Syiah sampai kepada kaum Murji’ah. Dalam kesempatan ini kami
mencoba menjabarkan tentang Aliran dari Murji’ah yang merupakan aliran yang ada dalam salah satu aliran dari aliran-aliran yang lahir sejak masa para sahabat Rasulullah.
B. PEMBAHASAN
1.
Yang dimaksud Kaum Murji’ah
Kata“Murji’ah”
berasal dari kata “arja’a” atau “arja” yang mempunyai beberap
pengertian diantaranya:
Ø “Penundaan”,“Mengembalikan”umpamanya bagi orang yang
sudah mukmin. Tapi berbuat dosa besar sehinggga matinya belum bertaubat, orang
itu hukumanya di Tunda, dikembalikan Urusanya kepada Allah kelak.
Ø “Memberi pengharapan”. Yakni bagi orang Islam yang melakukan dosa besar tidak dihukum
kafir melainkan tetap mukmin dan masih ada harapan untuk memperoleh pengampunan
dari Allah.
Ø “Menyerahkan”maksudnya menyerahkan segala persoalah tentang
siapa yang benar dan siapa yang salah hanya kepada keputusan Allah kelak.
Dari beberapa pengertian diatas bisa
kita menyimpulkan tentang pengertian dari Murji’ah. Adapun yang di maksud kaum Murji’ah di
sini ialah suatu golongan atau kaum orang-orang yang tidak mau ikut terlibat
dalam mengkafirkan tehadap sesama umat Islam seperti dilakukan kaum Khawarij
yang mengatakan bahwa semua yang terlibat dalam tahkim adalah kafir, dan
mengatakan bahwa orang Islam yang berdosa besar juga kafir. Bagi mereka, soal
kafir atau tidaknya orang-orang yang terlibat dalam tahkim dan orang Islam yang
berdosa besar, kita tidak tahu dan tidak dapat menentukan sekarang. Mereka
mempunyai pandangan lebih baik menangguhkan penyelesain persoalan tersebut dan
menyerahkanya kepada keputusan Allah di hari kemudian yakni pada hari
perhitungan sesudah hari Kiamat nanti. Karena mereka berpendirian menangguhkan
atau menunda persoalan tersebut, mereka kemudian disebut kaum Murji’ah.[2]
2.
Latar belakang Sejarah berdirinya Kaum Murji’ah.
Golongan Murji’ah ini
mula-mula timbul di Damaskus, pada akhir abad pertama hijrah. Dinamakan
“Murji’ah” karena golongan ini menunda atau mengembalikan tentang hukum orang
mukmin yang berdosa besar dan belum bertobat sampai matinya, orang itu belum
dapat dihukumi sekarang. Ketentuan persoalannya ditunda atau dikembalikan
terserah kepada Allah di hari akhir nanti.
Lahirnya aliran Murji’ah
disebabkan oleh kemelut politik setelah meninggalnya Khalifah Utsman bin
Affan, yang di ikuti oleh kerusuhan dan pertumpahan darah. Kemelut polotik itu
berlanjut dengan terbunuhnya Khalifah Ali yang diikuti pula kerusuhan dan
pertumpahan darah. Di saat-saat demikian, lahirlah aliran Syi’ah dan aliran
Khawarij. Syi’ah menentang Bani Umayah karena membela Ali dan Bani Umayyah
dianggap sebagai penghianat, mengambil alih kekuasaan dengan cara penipuan.[3]
Di antara Syi’ah dan
Khawarij di satu pihak dan Bani Umayyah di pihak lain yang saling bermusuhan dan
menumpahkan darah itu, tampillah segolongan yang di sebut Murji’ah.
Seperti halnya lahirnya aliran Khawarij, demikian
juga halnya munculnya aliran Murji’ah adalah dengan latar belakang politik. Sewaktu pusat pemerintahan Islam pindah
ke Damaskus. Maka mulai kurang taatnya beragama kalangan penguasa Bani
Umauyyah, berbeda dengan Khulafur-Rasyidin. Tingkah laku pengusa tampak semakin
kejam. Sementara ummat Islam bersikap diam saja. Timbul persoalan: “Bolehkah ummat Islam
berdiam saja dan wajibkah kepada khalifah yang dianggapnyazalim?”.
Orang-orang murjiah berpendapat bahwa
seorang muslim boleh saja shalat di belakang seorang yang sholeh ataupun di
belakang orang fasiq. Sebab penilaian baik dan buruk itu terserah kepada Allah.
Soal ini mereka tangguhkan dan karena itu pulalah mereka dinamakan golongan
Murji’ah yang yang berarti melambatkan atau menagguhkan tentang
balasan Allah sampai nanti.
Dipandang dari sisi politik, pendapat
golongan Murji’ah memang menguntungkan penguasa Bani Umayyah. Sebab
dengan demikian berarti membendung kemungkinan terjadinya pemberontakan
terhadap Bani Umayyah sekalipun khalifah
dan pembantu-pembantunya itu kejam, toh mereka itu muslim juga. Pendapat ini
berbeda dengan pendirian golongan khawarij yang mengatakan bahwa berbuat zalim,
berdosa besar itu adalah kafir.
Pada masa pemerintahan Umar Bin
Khattab beberapa daerah takluk ke dalam kekuasaannya. Syria jatuh pada tahun 638 M,
disusul Mesir pada 641M, lalu Persia 642 M jatuh ketangan ummat Islam. Berarti
ada tiga kerajaan besar dengan kekayaan yang cukup dan tinggi peradabanya,
masuk kedalam kekuasaan Islam. Masing-masing daerah ini menjadi wilayah gubernur dengan pusat pemerintahan
tetap di Madinah. Masing-masing daerah diperintah seorang gubernur.
Ada beberapa hal yang perlu di
perhatikan. Bahwa meluasnya wilayah Islam ke tiga daerah tersebut:
ü Pertama, penduduk dari
wilayah Persia, Syria dan Mesir itu masing-masing telah mengenal peradaban dan
agama-agama lama seperti peradaban agama-agama Mesir, Babilon, Persia, Yahudi
dan Nasrani juga peradaban keagamaan dan filsafat Yunani (Hellenisme dan
Platonisme). Pengaruh Yunani terutama menjadi makin tampak disebabkan imperium
Romawi Timur telah berabad-abad memerintah Syria dan Mesir, takala Khalifah
Umar membebaskanya.
ü Kedua, setelah daerah-daerah
ini masuk imperium Islam banyaklah penduduk-penduduk daerah itu yang menukar
agamanya kepada Islam baik dengan jalan perkawinan ataupun dengan jalan
pelajaran semata-mata. Hal ini terjadi dengan pesatnya terutama disebabkan pada
zaman itu rakyat umum telah biasa untuk menuruti sikap pemimpin-pemimpinnya.
Apalagi raja-rajanya, panglima-panglimanya atau pendeta dan orang-orang kayanya
masuk Islam, maka mereka pun masuk
Islamlah pula.
Ke dua hal di atas tentu saja
terpengaruh pada jalan pikiran umat Islam umumnya, sebab umat islam yang baru
ini (rakyat-rakyat Persia, Mesir dan Syria) telah membaea pula peradabannya dan cara-cara pemikiranya
ke dalam tubuh masyarakat Islam sendiri.
Dan ini menjadi persoalanya baru pula
di kalangan umat Islam. Harus diperiksa (diseleksi) manakala dari peradaban dan
pemikiran itu sesuai dan dapat diterima Islam, dan mana pula yang bebeda,
bertentangan dan di tolak oleh agama Islam.
Untuk itu terjadilah pertukaran
pikiran di antara mereka. Dan dari sini timbullah perselisihan-perselisihan
pendapat. Kalau dalam tubuh umat Islam Arab sendiri telah timbul benih-benih
pembahasan dan perselisihan pendapat tentang soal-soal pemikiran (filsafat)
keagamaan (soal qaddar Tuhan) maka dengan pembahasan-pembahasan baru ini
menjadilah dunia pembahasan itu bertambah besar dan meluas. Melihat baik
dilihat pada lingkungannya ataupun dilihat pada unsur-unsur yang terdapat di
dalamnya.
Pembahasan itu makin menjadai-jadi dan
telah berupa suatu pembicaraan soal ketuhanan yang khusus bersifat ilmu
pengetahuan.Lalu timbullah istilah ilmu kalam yang berarti ilmu yang berbicara
(berdebat) sebagai nama baru bagi Ilmu Tauhid atau Ilmu Ushuluddin yang telah
ada.
3.
Aliran dalam Kaum Murji’ah dan tokoh-tokohnya
Al Bagdhadi membagi aliran Murjiah
kepada tiga golongan besar, yaitu:
Ø Murjiah dalam pengaruh faham
Qadariah dengan pendukung-pendukungnya:
©
Ghailan
©
Abi Syamar
©
Muhammad bin Syahib al Basri
Mereka ini menganut paham
kehendak bebas yang dikaitkan ketentuan-ketentuan efektif Tuhan terhadap setiap
kejadian.
Ø Murjiah dalam pengaruh faham Jabariah
dengan pendukung-pendukungnya:
©
Jaham bin Safwan
Yaitu yang menganut paham
bahwa iman dan kufur adalah terletak di hati dan bukan terletak pada perbuatan
manusia. Oleh karena itu, orang yang menyembah berhala dan matahari dianggap
tetap beriman.[4]
Ø Murji’ah yang tidak dalam
pengaruh faham Jabariah atau Qadariah dan mereka ini terbagi dalam lima
golongan:
©
Yunusiah
©
Ghassaniah
©
Tsaubaniah
©
Thumaniah
©
Marisiah
Tokoh-tokoh Murji’ah, di samping yang telah di sebutkan
dalam pimpinan golongan-golongan di atas, dikenal pula:
©
Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib
©
Sa’id bin Zubair (seorang wara’ dan zuhud termasuk tabi’in)
©
Abu Hanifah (Imam Mazhab)
©
Abu Yusuf
©
Muhammad bin Hasan
©
Dan lain-lain dari ahli Hadis.[5]
4.
Pemikiran Teologi Kaum Murji’ah
Kaum Murji’ah dilihat
dari sisi pemikiran teologi mereka dapat di beradakan dalam dua golongan[6],
yang mana dua golongan ini sangat jauh berbeda dari satu dengan yang lainya, yaitu:
©
Golongan Moderat
Ialah golongan yang
berpendapat bahwa orang Islam yang berdosa besar tidak Kafir dan ia tidak akan
kekal di dalam neraka, akan tetapi di sikasa di dalam neraka sesuai dengan
besarnya dosa yang pernah ia lakukan, dan kemudian setelah menjalani siksaan ia
akan keluar dari neraka. Dan bisa saja jika dosanya di ampuni Tuhan, maka ia
sama sekali tidak masuk neraka.
©
Golongan Ekstrim.
Ialah golongan yang
berpendapat iman ialah keyakinan di dalam Hati. Apabila seseorang di hatinya
telah meyakini tidak ada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad rasul Allah,
meskipun ia meyatakan kekafiran dengan lidah, menyembah berhala, mengikuti
agama Yahudi, dan Nasrani, memuja salib, mengakui trinitas, kemudian mati,
orang seperti ini tetap mukmin yang sempurna imannya di sisi Allah dan ia
termasuk golongan Ahli Surga.
Selanjutnya golongan
Murji’ah Ekstrim terpecah kepada beberapa golongan, antara lain:
a)
Al Jahmiyah
Adalah para pengikut
Jahm bin Shafwan. Dan golongan ini berpendapat bahwa orang Islam yang percaya
kepada Tuhan dan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan ia tidak menjadi
kafir, karena iman dan kufr tempatnya di dalam hati, bukan pada bahagian lain
dari tubuh manusia. Bahkan orang seperti ini juga tidak menjadi kafir, walaupun
ia menyembah berhala, menjalankan ajaran-ajaran agama Yahudi atau agama Kristen
dengan menyembah salib, menyatakan percaya pada trinitas, kemudian mati. Orang
demikian bagi Allah tetap merupakan seorang mukmin yang sempurna imannya.[7]
b)
Al Shalihiyah
Adalah para pengikut Abu
al Hasan Shalih Ibnu ‘Amar Al Shalih. Golongan ini berpendapat, iman ialah
mengenal Tuhan dan kufr ialah tidak mengenal Tuhan. Menurut golongan ini,
sembahyang tidaklah merupakan ibadah kepada Allah, karena yang di sebut ibadah
ialah iman kepada-Nya, dalam arti mengenal Tuhan. Lebih dari itu golongan ini
berpendapat bahwa sembahyang, zakat, puasa, dan haji hanya menggambarkan
kepatuhan dan tidak merupakan ibadah kepada Allah. Yang di sebut ibadah
hanyalah iman. Iman tidak bertambah dan tidak berkurang.
c)
Al Yunusiyah
Adalah pengikut Yunus
Ibnu ‘Aun Al Numairi. Menurut golongan ini iman ialah mengenal Allah, hati
tunduk pada-Nya, meninggalkan rasa takabbur, dan mencintai-Nya dalm hati.
Apalagi yang tersebut ini terhimpun pada diri seseorang maka ia adalah seorang
mukmin. Sedangkan yang sealin dari itu bukanlah termasuk iman. Oleh karena di
dalam pandangan kaum Murji’ah, yang di sebut Iman itu hanyalah mengenal Tuhan, golongan Al
Yunusiyah berkesimpulan bahwa melakukan maksiat atau pekerjaan-pekerjaan jahat
tidak merusak iman seseorang.
d)
Al Ubaidiyah
Golongan ini adalah
pengikut ‘Ubaid Ibnu Mahran Al Muktab. Dan dalm pandangan golongan ini ,mereka
berpandapat jika seseorang mati dalam keadaaan beriman, dosa-dosa dsan perbutan
jahat yang di kerjakan tidak akan merugikan bagi yang bersangkutan. Perbuatan
jahat banyak atau sedikit, tidak merusak iman. Sebaliknya, perbuatan baik,
banyak atau sedikit, tidak akan merubah atau memperbaiki kedudukan orang yang
musrik atau orang yang kafir.
e)
Al Ghassaniyah
Adalah pengikut Ghassan
Al Kufi. Golongan ini berpendapat, iman ialah mengenal Allah dan Rasul-Nya
serta mengakui apa yang di turunkan Allah kepada Rasul secara global, tidak
secara rinci. Iman itu bisa bertambah dan tidak bisa berkurang. Selain itu
golonagn ini juga berpendapat, jiak seseorang mengatakan: “saya tahu bahwa
Tuhan Mengharamkan memakan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang
diharamkan itu adalah itu adalah kambing ini atau yang selainya”, maka orang
tersebut tetap mukmin. Dan jika seseorang mengatakan: “ Saya tahu bahwa tuhan
mewajibkan haji ke Ka’anh, tetapi saya tidak tahudimana letaknya ka’bah itu,
apakah di India atau di tempat lain”, orang
demikina juga tetap mukmin.
5.
Alam Pemikiran Kaum Murji’ah
Pemimpin Murji’ah ini adalah Hasan Bin
Bilal Al Muzni, Abu Salat As Samman, Tsauban Dlirir Bin Umar. Penyair yang
terkenal pada pemerintahan Bani Umayyah ialah Tsabit Bin Quthanah, mengarang
syair iktikad kaum Murji’ah.
Apabila yang menjadi asas golongan
Mu’tazilah ialah “Usulu I-Khomsah”, dan golongan Syi’ah dengan berasas tentang
“Imamah”, maka asas golongan Murji’ah tentang batasan pengertian “Iman”.
Menurut Ahli Sunnah bahwa iman itu
sendiri terdiri dari tiga unsur, yaitu: membenarkan dengan hati, mengikrarkan
dengan lisan, dan menyertai dengan amal perbuatan seperti shalat, puasa, zakat,
haji. Masing-masing adalah termasuk bagian Iman.
Ahmad Amin menerangkan:“Kebanyakan
golongan Murjiah berpendapat bahwa Iman ialah hanya membenarkan dengan hati
saja. Atau dengan kata lain Iman ialah makrifat kepada Allah dengan hati, bukan
pengertian lahir. Apabila seseorang beriamn dengan hatinya, maka dia adalah
mukmin dan muslim, sekalipun lahirnya dia Yahudi atau Nasrani dan meskipun
lisanya tidak mengucapkan syahadat dua. Mengikrarkan dengan lisan dan amal
perbuatan seperti shalat, puasa dan sebagainya, itu bukan bagian daripada iman.”
Alasan merekan bahwa Al Quran itu diturunkan
dalam bahasa Arab. Iman menurut bahasa ialah membenarkan dengan hati saja.
Sedangkan amal perbuatan dengan anggota badan menurut bahasa bukan termasuk
membenarkan dengan hati – tashdiq – tidak termasuk bagian dari iman. Dalam Al
Quran diterangkan tentang kisah saudara-saudara Nabi Yunus a.s.
وَمَا
اَنْتَ بِمُؤمِنٍ لَنَا اَى بِمُصَدِّقٍ مَاحَدَّثْنَاكَ بِهِ
Artinya: “Tidaklah kamu
itu orang yang beriman kepadaku. Artinya mempercayai apa yang kami katakan
kepadamu tentangnya.”
Menurut hadits, iman ialah :
أَلإِيْمَانُ
اَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ اَى تُصَدِّقُ
Artinya: “Iman ialah
percaya kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan
Rasul-rasul-Nya.” artinya: membenarkan.
Selanjutnya diterangkan:“Sebagian dari
golongan Murji’ah berpendapat bahwa iman itu terdiri dari dua unsur , yaitu
membenarkan dengan hati, dan mengikrarkan dengan lisan. Membenarkan dengan hati
saja tidak cukup, dan mengiikrarkan dengan lisan sajapun tidak cukup, tetapi
harus dengan bersama kedua-duanya. Supaya seseorang menjadi mukmin. Karena
orang yang membenarkan dengan hati dan menyatakan kebohongannya dengan lisan,
tidak dinamakan mukmin.”
Golongan-golongan lain berpendapat
bahwa iman itu terdiri dari tiga unsur, yaitu: membenarkan dengan hati,
mengikrarkan dengan lisan dan beramal dengan anggota badan. Sekalipun iman
menurut bahasa itu berarti membenarkan dengan hati, tetapi dalam syara’ itu ada
hal-hal yang berubah dari arti menurut bahasa. Yang mempunyai pengertian
tersendiri dalam istilah. Seperti shalat menurut bahasa ialah doa. Tetapi dalam
syara’ diartiakn sebagai berikut:
اَلصَّلاَةُ
هِىَ اَقْوَالٌ وَاَحْوَالٌ وَاَفْعَالٌ مَخْصُوْصَةٌ مُفْتَتَحَةٌ بِالتّكْبِيْرِ
وَمُخْتَتَمَةٌ بِالتَّسْلِيْمِ
Artinya: “Shalat ialah
bacaan, tingkah laku dan perbuatan tertentu yang dimulai takbir dan diakhiri
dengan salam.”
Firman Allah:
Artinya:“Dan demikian
(pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan[8]
agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad)
menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan Kami tidak menetapkan kiblat yang
menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa
yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat)
itu terasa Amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh
Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” (Al Baqarah: 143)
Lafaz “iman” dalam ayat tersebut, yang
dimaksud ialah “shalat”nya kaum muslimin menghadap ke arah Baitul Maqdis
sebelum perintah menghadap ke arah Masjidil Haram, seperti diterangkan dalam
ayat:
Artinya: “Sungguh Kami
(sering) melihat mukamu menengadah ke langit[9],
Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah
mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu
ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al
kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram
itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa
yang mereka kerjakan.(Al-Baqarah : 144)
Seandainya “iman itu cukup hanya
denagn hati, maka banyak orang-orang Yahudi dan Nasrani tergolong Mukmin. Sebab
mereka mengetahui Nabi Muhammad SAW, sebagaiman pula nenek moyang mereka juga
mengetahuinya, diperoleh keterangan dari kitab-kitab Taurat dan Injil.
Golongan Murji’ah bertentangan dengan
golongan Mu’tazilah dan Khawarij. Diterangkan “Golongan-golongan Mu’tazilah dan
Khawariz sangat menentang golongan Murji’ah tentang pengertian iman. Karena kedua golongan
tersebut mensyaratkan iman dengan melaksanakan taat kepada Allah, menjahui
hal-hal yang maksiat, dan mereka menjadikan amal perbuatan sebagoan daripada
iman. Golongan Khawarij menganggap Mu’tazilah menganggapnya berada dalam suatu
posisi di antara dua posisi, tidak mukmin dan tidak juga kafir, sedangkan
golongan Murji’ah berpendapat: bahwa orang yang berdosa besar itu mukmin. Sebab
dia membenarkan dengan hatinya, dikatakan fasiq karena melakukan dosa besar.
Bahkan di antara mereka sendiri adanya yang mengatakan bahwa tidak betul
menamakan orang yang berdosa besar itu fasiq secara mutlaq, tetapi dikatakan
fasiq dalam hal demikian.”
Masalah iman ini menimbulkan beberapa
masalah. Seperti apakah iman itu dapat bertambah atau tidak. Karena golongan
Murji’ah berpendirian bahwa iman itu mrmbenarkan dalam hati saja atau
membenarakan dengan hati fan mengikrarkan dengan lisan itu adakalanya benar dan
tidak. Maka iman itu tidak bisan bertambah atau berkurang.
Adapun pihak-pihak yang berpendirian
bahwa amal perbuatan itu termasuk ke dalam pengertian iman, sedangkan amal
perbuatan itu bisa banyak bisa sedikit, maka iman itu dapat bertambah dan
berkurang. Berdasarkan ayat:
Artinya: “Dan apabila
diturunkan suatu surat, Maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang
berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya)
surat ini?" Adapun orang-orang yang beriman, Maka surat ini menambah
imannya, dan mereka merasa gembira.” (At Taubah: 124)
Sebagaimana Ahli Hadits mengatakan :
اَلإِيْمَانُ مَعْرِفَةٌ بِالْقَلْبِ وَاِقْرَارُ
بِالِلّسَانِ.وَعَمَلٌ بِالأَرْكَانِ.يَزِيْدُبِالطَاعَاتِ وَيَنْقُصُ
بِالعِصْيَانِ.
Artinya: “Iman ialah
mengetahui dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan beramal dengan anggota
badan, bertambah sebab taat dan berkurang sebab bermaksiat.”
Tentang orang yang berdosa besar, ada
beberapa pendapat:
1.
Golongan Mu’tazilah dan Khawariz berpendapat bahwa orang yang berdosa itu
kekel dalam neraka, tidak akan di keluarkan selama-lamanya, berdasarkan ayat:
Artinya: “Dan
Barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar
ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang
ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.”(An-Nisa-14)
Artinya: “Dan
Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam,
kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta
menyediakan azab yang besar baginya.”(An-Nisa: 93)
Golongan Murji’ah mentakwilkan ke dua ayat
tersebut :
a.
Ayat pertama: orang yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya itu tetap
mukmin, tidak melampaui had-had-Nya, tetapi hanya sebahagianya saja. Orang yang
melampaui atau melanggar semua had-had-Nya, itu dinamakan orang kafir.
b.
Ayat kedua: bahwasanya yang di maksud membunuh (manusia) dalam ayat
tersebut ialah orang kafir.
2.
Golongan Murji’ah berpendirian bahwa orang yang berdosa besar itu tidak
kekal dalam neraka selamanya. Sesungguhnya Allah tidak akan mengingkari janji
pahala, sedangkan janji ancamanya boleh jadi di penuhi. Sebab pahala adalah
anugrah-Nya, bukanlah suatu kekurangan. Dalam hal ini golongan Mu’tazillah
berpendirian sebaiknya yaitu Allah wajib melaksanakan balasan pahala dan
siksaan.
Beberapa paham Murji’ah mempengaruhi
Ahli Sunnah seperti diterangkan: “Dan kepercayaan-kepercayaan Murji’ah telah
banyak masuk ke dalam Ahli Sunnah. Seperti pendapat tentang tidak kekalnya
orang mukmin yang maksiat di dalam neraka, dan pendapat tentang wewenang
mengingkari ancaman siksa bukan janji pahala dan sebagainya.”
Sebenarnya pendirian-pendirian
golongan Murji’ah yang lunak tentang iman, sangat membahayakan. karena tidak
ekstrim seperti golongan-golongan Mu’tazilah dan Khawariz. bersifat irja’
menagguhkan ketentuan hukum orang yang berdosa besar, maka diketahui bahwa pada
waktu itu banyak penguasa yang berbuat maksiat dan dosa, karenanya
pendapat-pendapat golongan Murji’ah tersebut bertendensi politis. [10]
Sebagai kesimpulan dapat dikemukakan bahwa golongan
Murji’ah moderat, sebagai golongan yang berdiri sendiri telah hilang dalam
sejarah dan ajaran-ajaran mereka mengenai iman, kufur dan dosa besar masuk
kedalam aliran Ahli Sunnah dan Jama’ah. Adapun golongn Murji’ah Ekstrim juga
telah hilang sebagai aliran yang berdiri sendiri, tetapi dalam praktek masih
terdapat pada sebagian umat Islam yang menjalankan ajaran-ajaran ekstrim itu,
mungkin dengan tidak sadar bahwa mereka sebenarnya dalm hal ini mengikuti
ajaran-ajaran golongn Murji’ah ekstrim.
Kemudian Berdasarkan
atas pemaham tentang firqoh Murjiah dapat kita analisis bahwa yang namanya
golongan Murji’ah ini:
a.
I’tiqad kaum Murjiah bertentangan dengan faham kaum golongan lain hal ini
dikarenakan faham yang dikemukakan oleh kaum Murji’ah terlalu longgar dalam
artian hal ini disebabkan karena yang namanya iman itu hanya berkisar dalam
seputar hati yang membuat kita menyulitkan membedakan antara orang yang mukmin
dan yang kafir. Adapun golongan yang berberda diantaranya:
Ø Faham Ahlusunah wal Jama’ah
yang mengatakan bahwa iman itu terdiri dari enam unsur maka kalu hanya percaya
kepada Allah dan rasul-rasul-Nya saja tidak cukup karena belum memenuhi enam
unsur atau rukun iman.
Ø Faham Khawarij yang
mengatakan bahwa iman adalah mengenal Allah dan Rasul beserta mengerjakan
segenap perintah Tuhan dan mejahui segala larangan-Nya. Bagi kaum Khawarij
orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tetapi tidak mau sholat,
berpuasa, dan tidak mau mengerjakan amal-amal ibadah lainya orang itu hukumnya
kafir dan halal darahnya.
Ø Faham Syiah yang mengatakan
bahwa percaya: iman adalah sebagian dari iman tidak cukup hany iman kepada Allah
dan Rasul-Nya Saja.
b.
Jika mengikuti faham Murji’ah ini maka ayat-ayat hukum dalam Al Quran
seperti hukum pencuri dengan potong tangan, tidak ada gunanya lagi. Sebab
kesalahan hanya di tangguhkan kepada Tuhan saja.
c.
Pengaruh ajaran Murji’ah dalam kehidupan Masyarakat sangat negatif dan
membahanyakan masyarakal berupa moral latitude, yakni sikap memperlemah
ikatan-ikatan moral. Dengan kata lain masyarakat yang bersikaf menyimpang dari
kaidah Akhlak yang di ajarkan oleh rasul. Hal ini disebabkan karena mereka
hanya mementingkan iman berada di dalam hati, sedangkan amal perbuatan baik
dianggap kurang penting sehingga di abaikan oleh pengaruh paham ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Muhammad.Tauhid Ilmu Kalam. Bandung:
Pustaka Setia, 1998.
Hadariansyah
Ab.Pemikir-pemikir teologi dalam Sejarah Pemikir Islam. Banjarmasin:
Antasari Press, 2008.
Hanafi,Ahmad.
Teologi Islam/Ilmu Kalam. Jakarta: PT Bulan Bintang, 1974.
Mansur,Muhammad
Laily. Pemikiran Kalam dalam Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994.
Mulyono
dan Bashori. Studi Ilmu Tauhid atau Kalam.Malang: UIN Maliki Press,
2010.
Nasution, Harun.Teologi Islam, Aliran-Aliran Sejarah
Analisa Perbandingan. Jakarta: UI-Press, 1986.
[1]Mulyono dan
Bashori, Studi Ilmu Tauhid atau Kalam(Malang: UIN Maliki Press, 2010),
h.117.
[2]Hadariansyah
Ab, Pemikir-pemikir teologi dalam Sejarah Pemikir Islam (Banjarmasin:
Antasari Press, 2008), 58.
[3]Ahmad Hanafi, Teologi
Islam/Ilmu Kalam(Jakarta: PT Bulan Bintang, 1974),h. 10-11.
[4]Mulyono dan
Bashori,Studi Ilmu Tauhid atau Kalam, h.122.
[5]Muhammad Laily
Mansur, Pemikiran Kalam dalam Islam (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994) ,
32-33.
[6]Muhammad Ahmad,
Tauhid Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 1998), 160-161.
[7]Harun Nasution,
Teologi Islam, Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan(Jakarta:
UI-Press, 1986), h. 26.
[8]Umat Islam
dijadikan umat yang adil dan pilihan, karena mereka akan menjadi saksi atas
perbuatan orang yang menyimpang dari kebenaran baik di dunia maupun di akhirat.
[9]Maksudnya ialah
Nabi Muhammad s.a.w. sering melihat ke langit mendoa dan menunggu-nunggu
turunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke Baitullah.
[10]Harun Nasution,
Teologi Islam, Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, h. 28.
di copy ya.. mksih
BalasHapusarigatou gozaimasu,.,.
BalasHapusnumpang copy ya buat tugas sekolah, semoga berkah..amin
BalasHapusAlhamdulillah..b'manfaat pada pembaca lebih2 lagi pada penulis..tq
BalasHapusumpat ngopy kak Runi haha
BalasHapusizin copy buat tugas kakak
BalasHapus